- Pengertian
Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar
individu setiap murid. Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 36 cara yang berbeda untuk mengajar 36 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, dimana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan. Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
- Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
- Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secaraJadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran,namun juga muridnya.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakaninformasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telahdilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan,atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajaryang ditetapkan.
- Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
- Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
Jika kita mengacu ke kasus Ibu Nur diatas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Nur perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya, termasuk ketiga murid tersebut. Sekarang, mari kita bahas bagaimana kita dapat melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid.
- Memetakan Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan
kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:
- Kesiapan belajar (readiness) murid
- Minat murid
- Profil belajar murid
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan
pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugastugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar). Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut.
- KESIAPAN BELAJAR (READINESS)
Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”? Bayangkanlah situasi berikut ini:
Dalam pelajaran bahasa Indonesia, Bu Nur inginmengajarkan muridnya membuat karangan berbentuknarasi. Ia kemudian melakukan penilaian diagnostik. Iamenemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya. - Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang benar dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri - Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang benar, namun kosakatanya masih terbatas. - Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang benar dan kosakatanya pun terbatas. |
Apa yang dilakukan oleh Bu Nur adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan
menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
- Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
Saat sebagian murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh murid, mereka sering
membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk
berlatih menerapkan ide secara langsung. Jika murid berada dalam tingkatan ini, maka bahan-bahan materi yang mereka gunakan dan tugas-tugas yang
mereka lakukan harus bersifat mendasar dan disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Di lain
waktu, ketika murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau berada di area yang menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi
yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran
baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.
Konkret - Abstrak.
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara
konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
Sederhana - Kompleks.
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani
kerumitan berbagai abstraksi.
Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan
untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama
seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan
siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
Lambat – Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau
sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari
sebuah topik.
Keterangan gambar: Adaptasi dari “The Equalizer” (Tomlinson)
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013).
- MINAT MURID
Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Ada murid yang minatnya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains,
drama, memasak, dsb. Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran. Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya:
- Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;
- Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;
- Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;
- Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk
"menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.
Beberapa ide yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat diantaranya misalnya:
- Meminta murid untuk memilih apakah mereka ingin mendemonstrasikanpemahaman dengan menulis lagu, melakukan pertunjukan atau menari ataubentuk lain sesuai minat mereka.
- Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.
- Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat.
- Membuat kegiatan “sehari di tempat kerja”. Murid diminta mempelajaribagaimana sebuah keterampilan tertentu diaplikasikan dalam kehidupannyata. Mereka boleh memilih profesi yang sesuai minat mereka.
- Membuat model.
- PROFIL BELAJAR MURID
Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan
berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Menurut Tomlinson (dalam Hockett, 2018) profil belajar murid ini merupakan pendekatan yang disukai murid untuk
belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll.
Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan
efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.
Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. Penting juga untuk diingat bahwa kebanyakan orang lebih suka kombinasi profil. Menurut Tomlinson (2001), ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini adalah beberapa yang harus diperhatikan:
• Lingkungan: suhu, tingkat aktivitas, tingkat kebisingan, jumlah cahaya.
- Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal –impersonal.
- Visual: belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan, peta, grafikorganisator).
• Auditori: belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras, mendengarkan musik). - Kinestetik: belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan tubuh,kegiatan hands on, dsb).
Berdasarkan pemaparan mengenai ketiga aspek dalam mengkategorikan kebutuhan belajar murid, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengoptimalkan pembelajaran dan hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid.